Sabtu, 02 April 2011

Doa Seorang Dokter Bangkitkan Pasien Meninggal (INSPIRASI DARI SEBUAH KISAH NYATA)

Seorang pasien bernama Jeff Markin telah dinyatakan meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung yang terjadi tiba-tiba. Dokter Chauncey W. Crandall yang menangani Markin, sudah keluar dari Rumah Sakit dan hampir saja menandatangani buku laporan kematian, sebelum ia merasa harus segera kembali dan “menyetrum” Markin yang telah terbujur kaku.

Satu kejutan listrik dalam kabel defibrillator yang ia tempelkan di dada Markin, membuat pasien yang kala itu ia gambarkan kulitnya mulai berubah menjadi hitam dan telah meninggal 40 menit, tiba-tiba saja bangkit dan hidup kembali seperti sedia kala.

Memang peristiwa itu telah lama terjadi pada 20 Oktober 2006, di Palm Beach Gardens Medical Center, AS. Namun sedikit yang mengetahuinya bahwa kebangkitan Markin itu sebenarnya adalah kuasa doa yang dipanjatkan oleh Dokter Crandall sebelum menyetrum Markin. Mukjizat itu pula yang menginspirasinya untuk menuliskan sebuah buku berjudul “Raising the Dead: A Doctor Encounters the Miraculous.”

Crandall bercerita bahwa Tuhan memerintahkanya untuk berbalik dan segera mendoakan Markin. "Sebelum saya melewati pintu, aku merasa Tuhan menyuruhku berbalik dan berdoa untuk pasien," katanya. Dia juga melanjutkan bahwa Tuhan menyuruhnya untuk memberikan Markin satu kejutan lagi dengan defibrillator, dan memonitor detak jantung Markin yang mulai stabil. Markin tetap hidup sampai hari ini dan sehat.

Crandall adalah kepala program transplantasi jantung di Palm Beach Cardiovascular Clinic di Palm Beach Gardens dan staf di Good Samaritan Medical Center and Jupiter Medical Center. Dia menjadi dosen nasional pada topik termasuk transplantasi jantung, kardiologi, perawatan kesehatan pada lansia.

Dalam buku inilah Crandall mengeksplorasi semua bentuk perawatan mulai leukemia dan mencari juga diteliti apa yang Alkitab katakan tentang kesembuhan. Crandal merekomendasikannya untuk Jaringan Dokter Kristen Dunia dan menemukan bahwa ratusan dokter dari 40 negara menggunakan "penyembuhan spiritual" dan percaya obat itu saja tidak dapat menyelesaikan semua masalah.

Ia mendirikan Yayasan Chadwick untuk menghormati anak bungsunya. Dia menjelaskan dalam bukunya bagaimana Allah dapat mengatasi penyakit dan bagaimana gangguan spiritual berasal dari benda yang bahkan tidak berbahaya tampak seperti buku. Dia menunjukkan cara doa, pujian dan syukur menghilangkan tekanan. Mendokumentasikan supranatural, yang menceritakan kisah perlindungan Tuhan untuk target dalam rajam modern dan doa-doa misterius yang muncul di dinding kamar rumah sakit anaknya.


Source : worldnetdaily/dpt

Hendy, Kecanduan Dengan Tubuh Wanita (INSPIRASI DARI SEBUAH KISAH NYATA)

100% Kisah Nyata
Semakin di larang, semakin penasaran, itulah yang di alami Hendy yang waktu itu masih berumur 10 tahun. Orang-orang dewasa yang sedang asik menonton film porno itu tidak pernah tahu bahwa Hendy akhirnya mengintip di balik celah kayu. Namun tidak hanya sebatas menonton, Hendy dengan nekadnya mempraktekkan apa yang ditontonnya dengan teman mainnya.

“Saya ajak teman sepermainan saya untuk melakukan apa yang saya tonton. Sebenarnya waktu itu saya belum bisa menikmatinya, cuma mau melakukannya,” demikian jelas Hendy.

Sejak itu, Hendy menjadi pemburu seks. Tiap gadis yang ia pacari, pasti berakhir dengan hubungan badan. Ia tidak takut dengan sakit kelamin ataupun resiko kehamilan, asalkan dirinya dipuaskan. Sebagai piala bagi keberhasilannya, tak jarang ia mengabadikan wajah wanita-wanita yang telah jatuh dalam pelukannya di telephone genggam.

Tapi di suatu hari dia bertemu dengan seorang gadis bernama Irene. Gadis ini mengalihkan perhatian Hendy dari seks. Hanya dalam waktu empat bulan sejak pertemuan mereka, Hendy menikahi Irene. Akhirnya tiba juga malam pertama yang sudah dinanti-nantikan Hendy.

“Oh.. ternyata cuma segini. Sama saja. Waktu itu dia masih polos, dibandingkan dengan pelacuran yang pernah saya nikmati, ternyata disana lebih nikmat.”
Tidak puas dengan istrinya, di malam ketiga dan ke empat, Hendy sudah mengumbar hasratnya kembali di tempat pelacuran. Hal ini terus berlanjut hingga Irene hamil anak pertamanya, disanalah rahasia itu teruangkap.

“Ternyata selama ini dia telah mengkhianati saya. Dalam hati, saya sangat kecewa banget. Saya nyesel banget sudah menikah sama dia,” ungkap Irene. Namun kekecewaan dan sakit hatinya tidak pernah ia ungkapkan, karena ia tahu pasti, dirinya hanya akan disuruh pulang kerumah orangtuanya.

Ketika sudah tidak tahan lagi, Irena menanyai Hendy yang sering pulang hingga larut malam. Namun bukan jawaban yang ia terima, tapi kata-kata makian dan pukulan yang di dapatnya. Hal ini terus berlanjut hingga anak kedua mereka lahir, konflik demi konflik terus mewarnai kehidupan keluarga Irene dan Hendy. Tak jarang, anak-anak yang menjadi pelampiasan amarah Irene kepada suaminya.

Hendy yang menerima perlakukan dingin dari Irene malah semakin menjadi-jadi. Malah dia berani main api dengan berselingkuh dengan seorang wanita yang bersuami. Ia sengaja menyimpan adegan-adegan ranjang bersama wanita itu di handphonenya untuk membuat istrinya makin sakit hati.

“Dia mau ninggalin suaminya, saya ingin ninggalin istri saya, tujuannya memang itu.”

Melihat foto-foto itu, perang mulut terjadi antara Irene dan Hendy. Ancaman yang Irene lontarkan ternyata tidak cukup ampuh untuk mengubah Hendy. Irene hanya dapat menangis dan meratapi nasibnya saja sambil mengutuki suaminya.

Hingga suatu hari, seorang pria datang ke toko milik Hendy mengajaknya ke sebuah acara bertajuk “Pria Sejati.”

“Dengar kata “Pria Sejati” itu, saya bertanya, ‘Apa saya kurang sejati? Pacar saya di mana-mana, selingkuhan saya dimana-mana. Anak saya sudah dua. Kurang sejati apa saya?’ Saya pikir anak muda ini pasti mau nipu saya. Saya ngga responin, tapi saya juga ngga nolak.”

Sebenarnya Hendy tidak berniat untuk pergi acara ini, namun pada hari H-nya, anak muda tersebut datang menjemput. Karena merasa tidak enak, akhirnya Hendy ikut juga.

Di seminar tersebut, Hendy seakan ditampar oleh kebenaran firman Tuhan yang disampaikan. “Pembicara itu seperti menegur saya tentang dosa yang selama ini saya perbuat. Waktu itu saya sadar, betapa bejatnya saya dihadapan Tuhan. Rasanya saya kotor sekali. Benar-benar dosa yang tidak dapat diampuni.”

Semua yang pernah ia lakukan seperti diputar kembali saat itu. Kekejaman kepada istri dan anak-anaknya, semua perselingkuhan dan perzinahan yang sudah ia lakukan.

“Pembicara itu bilang, pria sebagai kepala rumah tangga adalah sumber. Kalau sumbernya tidak benar maka semuanya tidak benar. Saya terpikir anak saya, kalau saya sebagai sumbernya tidak benar maka anak-anak saya nanti ngga benar. Saya mengambil komitmen, saya akan meninggalkan semua kehidupan lama saya. Saya mau mengasihi istri dan anak-anak saya.”

Saat Hendy mengambil komitmen itu dihadapan Tuhan, tiba-tiba sebuah cahaya putih melingkupinya. “Saya tersungkur, saya ngga sanggup untuk bangun waktu itu.”

Untuk pertama kalinya, Hendy merasakan kasih dan pengampunan Tuhan mengalir dalam hatinya.

“Kasih itu ada di dalam saya. Saya mendengar firman Tuhan itu, ‘sebesar apapun dosa kamu, sudah Saya ampuni, asalkan Engkau mau bertobat.’ Rasanya beban yang selama ini saya pikul terlepas semua. Rasanya lega sekali.”

Hendy pun pulang dan mendatangi istri dan anak-anaknya. Namun pertobatan Hendy harus di uji oleh sikap tidak percaya dari istrinya.

“Saya anggap air mata dia itu bohong-bohongan saja. Orang setega ini, orang sekasar ini, apa mungkin dia nangis karena benar-benar menyadari apa yang telah ia perbuat?” ungkap Irene yang masih belum bisa mengampuni suaminya.

Rasa sakit karena perlakuan Hendy selama delapan tahun pernikahan mereka, tidak bisa lenyap oleh permintaan maaf Hendy hari itu. Namun Irene pun mengalami pembentukan Tuhan. Lambat laun, Irene menyadari bahwa suaminya telah berubah.

Perceraian bukanlah pilihan bagi Hendy dan Irene, karena mereka memilih membuka hidup mereka bagi Tuhan. Kini, kasih Tuhan yang menjadi perekat bagi rumah tangga Hendy dan Irene. Keterbukaan antara suami istri menjadi penjaga bagi Hendy agar ia tidak jatuh lagi pada lubang yang sama. Jika dulu sumpah serapah dan pertengkaran yang mewarnai kehidupan Hendy dan Irene, kini telah berganti kasih mesra yang dari Tuhan. (Kisah ini ditayangkan 18 Oktober 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)

Sumber Kesaksian :

Hendy & Irene

Bangkit Setelah 4 Hari Dianggap Mati (INSPIRASI DARI SEBUAH KISAH NYATA)

100% Kisah Nyata

Rismanto sedari remaja sudah menjadi orang yang sangat nakal. Perbuatannya yang suka mencuri uang dan telur dari ayam peliharaan ayahnya kerap membuatnya dia harus dihukum. Sabetan demi sabetan ikat pinggang ayahnya membuat badannya begitu kesakitan. Ayahnya pun tak segan-segan menghukumnya di depan anggota keluarga lainnya yang membuat di dalam dirinya timbullah dendam dirinya untuk membalas semua perbuatan sang ayah.

Menunggu waktu itu datang, amarah dan dendam yang dipendam oleh Anto kepada ayahnya dilampiaskannya di luar rumah. Ia bergaul dengan lingkungan anak-anak yang tidak baik, jorok, dan nakal. Hari-harinya diisi dengan mabuk-mabukkan. Menurutnya, inilah komunitas yang bisa menerima dia.

Perbuatan Anto dan teman-temannya semakin hari semakin brutal dan begitu meresahkan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

"Ada mobil lewat, saya cegat, saya hajar itu mobil, saya pecahkan itu mobil sehingga banyak masyarakat yang resah disana. Gak ada punya pikiran pengen jadi orang seperti ini atau seperti ini," ujarnya.

Anto pun tidak percaya dengan perkataan yang keluar dari mulut ibunya sendiri ketika ia sedang menuju ke ruang ibunya yang sedang berdoa. "Ia bilang, ‘Tuhan cepat ambil nyawa anak saya karena dia telah meresahkan cukup banyak orang' Bukannya mengubah, tetapi dia justru sama saja. Ia tidak menyukai saya, jadi untuk apa lagi saya hidup benar kalau semua orang tidak menyukai saya."

Hatinya hancur, Anto semakin liar. SUatu hari Anto diundang dalam sebuah pesta narkoba.

"Hari itu saya ingat malam minggu. Pesta dimulai jam 8 malam. Di atas meja itulah ada obat-obatan, minum-minuman dan jumlahnya cukup banyak. Saya langsung ambil 8 nih karena saya pingin disebut super kan hari itu. Kan khusus datang dari Bandung. Minum kan diteguk aja gitu tanpa dihitung lagi. Mungkin karena terlalu banyak mengonsumsi dalam waktu yang singkat, langsung minum atau telan, saya pingsan, gak sadarkan diri."

Rekan-rekan Anto, pergi meninggalkannya karena kebingungan. Mereka begitu ketakukan karena dipikir dirinya sudah meninggal jadi mereka menyembunyikan dirinya di ujung kursi tamu dimana mereka waktu itu sedang berpesta minuman keras dan obat-obatan terlarang agar terlepas dari tanggung jawab.

Selama empat hari Anto tidak sadarkan diri, bahkan sudah dianggap mati. Namun begitu lolos dari maut malah dia semakin menjadi-jadi. Setiap hari kerjanya hanya mabuk saja, bahkan seringkali dirinya terkapar di depan pintu kamarnya karena mabuk berat. Suatu hari, saat dia terbangun dari mabuknya, ia kaget karena ada seorang pria muda di samping tempat tidurnya. Pria yang usianya lebih muda darinya itu pun mengajak dirinya bertobat dan berbalik kepada Tuhan.

"Bang, kayaknya hari ini adalah hari yang tepat abang untuk bertobat. Saya hanya ingin abang mau berdoa , jadi abang jangan tolak,” demikian ungkap anak muda itu.

Anto merasakan kasih dan perhatian yang tidak pernah di dapatnya selama ini. Selama dua tahun pria tersebut setia membimbing Anto. Melalui kasih dari pria tersebut, Anto pun dapat mengenal dan merasakan kasih Tuhan. Kasih dan pengampunan yang telah diterimanya dari Tuhan pun akhirnya memampukannya melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan sebelumnya.

"Ketika saya tahu ayah saya di Kalimantan, saya rindu. Dulu saya benci ketemu sama dia, sekarang saya rindu ketemu sama dia. Kerinduan itu saya tulis dalam surat. Saya katakan, ‘Saya rindu Bapak. Kapan Bapak pulang?’ Saya ingin bertemu dengan Bapak karena saya sudah mengampuni dia."

Untuk membenahi hidup yang sebelumnya telah dia hancurkan sendiri, Anto memutuskan untuk kuliah. Dengan berbekal penghasilan sebagai pedagang asongan di lampu merah, ia pun dapat membayar uang kuliahnya ketika itu.

Usahanya tidak sia-sia, Anto lulus kuliah dengan prestasi yang cemerlang dan menjadi kebanggaan bagi keluarganya. Saat ini, Anto telah menjadi direktur pada perusahaannya sendiri, memiliki sebuah restoran bebek, rental mobil, dan memiliki sebuah lembaga bahasa asing, namun tetap menjadi pribadi yang rendah hati.

"Kehidupan saya dulu tuh ibaratnya seperti seekor kodok buruk, yang tidak mempunyai nilai, yang tidak disukai orang, bahkan kehadirannya dihindari orang ya karena jijik. Karena kasih sayang Tuhan Yesus, saya tidak lagi menjadi kodok buruk, tetapi seorang pangeran," ujar Rismanto mengakhiri kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 11 Oktober 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Rismanto

Kisah Tommy

Sekitar 14 tahun yang lalu, aku berdiri menyaksikan para mahasiswaku berbaris memasuki kelas untuk mengikuti kuliah pertama tentang teologi iman. Pada hari itulah untuk pertama kalinya aku melihat Tommy. Dia sedang menyisir rambutnya yang terurai sampai sekitar 20 cm di bawah bahunya.

Penilaian singkatku: dia seorang yang aneh? Sangat aneh. Tommy ternyata menjadi tantanganku yang terberat. Dia terus-menerus mengajukan keberatan. Dia juga melecehkan tentang kemungkinan Tuhan mencintai secara tanpa pamrih.

Ketika dia muncul untuk mengikuti ujian di akhir kuliah, dia bertanya dengan agak sinis, "Menurut Pastor apakah saya akan pernah menemukan Tuhan?"

"Tidak," jawabku dengan sungguh-sungguh.

"Oh," sahutnya. "Rasanya Anda memang tidak pernah mengajarkan bagaimana menemukan Tuhan."

Kubiarkan dia berjalan sampai lima langkah lagi dari pintu, lalu kupanggil. "Saya rasa kamu tak akan pernah menemukan-Nya. Tapi, saya yakin Dialah yang akan menemukanmu. "

Tommy mengangkat bahu, lalu pergi. Aku merasa agak kecewa karena dia tidak bisa menangkap maksud kata-kataku. Kemudian kudengar Tommy sudah lulus, dan saya bersyukur. Namun kemudian tiba berita yang menyedihkan: Tommy mengidap kanker yang sudah parah.

Sebelum saya sempat mengunjunginya, dia yang lebih dulu menemui saya. Saat dia melangkah masuk ke kantor saya, tubuhnya sudah menyusut, dan rambutnya yang panjang sudah rontok karena pengobatan dengan kemoterapi. Namun, matanya tetap bercahaya dan suaranya, untuk pertama kalinya, terdengar tegas.

"Tommy! Saya sering memikirkanmu. Katanya kamu sakit keras?" tanyaku langsung.

"Oh ya, saya memang sakit keras. Saya menderita kanker. Waktu saya hanya tinggal beberapa minggu lagi."

"Kamu mau membicarakan itu?"

"Boleh saja. Apa yang ingin Pastor ketahui?"

"Bagaimana rasanya baru berumur 24 tahun, tapi kematian sudah menjelang?"

Jawabnya, "Ini lebih baik ketimbang jadi lelaki berumur 50 tahun namun mengira bahwa minum minuman keras, bermain perempuan, dan memburu harta adalah hal-hal yang 'utama' dalam hidup ini."

Lalu dia mengatakan mengapa dia menemuiku. "Sesuatu yang Pastor pernah katakan pada saya pada hari terakhir kuliah Pastor. Saya bertanya waktu itu apakah saya akan pernah menemukan Tuhan, dan Pastor mengatakan tidak. Jawaban yang sungguh mengejutkan saya. Lalu, Pastor mengatakan bahwa Tuhanlah yang akan menemukan saya."

"Saya sering memikirkan kata-kata Bapak itu, meskipun pencarian Tuhan yang saya lakukan pada masa itu tidaklah sungguh-sungguh. Tetapi, ketika dokter mengeluarkan segumpal daging dari pangkal paha saya", Tommy melanjutkan. "Dan mengatakan bahwa gumpalan itu ganas, saya pun mulai serius melacak Tuhan. Dan ketika tumor ganas itu menyebar sampai ke organ-organ vital, saya benar-benar menggedor-gedor pintu sorga. Tapi tak terjadi apa pun..."

"Lalu, saya terbangun di suatu hari, dan saya tidak lagi berusaha keras mencari-cari pesan itu. Saya menghentikan segala usaha itu. Saya memutuskan untuk tidak peduli sama sekali pada Tuhan, kehidupan setelah kematian, atau hal-hal sejenis itu."

"Saya memutuskan untuk melewatkan waktu yang tersisa melakukan hal-hal penting," lanjut Tommy. "Saya teringat tentang Pastor dan kata-kata Pastor yang lain: Kesedihan yang paling utama adalah menjalani hidup tanpa mencintai. Tapi hampir sama sedihnya, meninggalkan dunia ini tanpa mengatakan pada orang yang saya cintai bahwa kau mencintai mereka. Jadi saya memulai dengan orang yang tersulit: ayah saya."

Ayah Tommy waktu itu sedang membaca koran saat anaknya menghampirinya.

"Pa, aku ingin bicara."

"Bicara saja."

"Pa, ini penting sekali." Korannya turun perlahan 8 cm. "Ada apa?"

"Pa, aku mengasihi Papa. Aku hanya ingin Papa tahu itu."

Tommy tersenyum padaku saat mengenang saat itu. "Korannya jatuh ke lantai. Lalu ayah saya melakukan dua hal yang seingatku belum pernah dilakukannya. Ia menangis dan memelukku. Dan kami mengobrol semalaman, meskipun dia harus bekerja besok paginya."

"Dengan ibu saya dan adik saya lebih mudah," sambung Tommy.

"Mereka menangis bersama saya, dan kami berpelukan, dan berbagi hal yang kami rahasiakan bertahun-tahun. Saya hanya menyesalkan mengapa saya harus menunggu sekian lama. Saya berada dalam bayang-bayang kematian, dan saya baru memulai terbuka pada semua orang yang sebenarnya dekat dengan saya.

"Lalu suatu hari saya berbalik dan Tuhan ada di situ. Ia tidak datang saat saya memohon pada-Nya. Rupanya Dia bertindak menurut kehendak-Nya dan pada waktu-Nya. Yang penting adalah Pastor benar. Dia menemukan saya bahkan setelah saya berhenti mencari-Nya. "

"Tommy," aku tersedak. "Menurut saya, kata-katamu lebih universal daripada yang kamu sadari. Kamu menunjukkan bahwa cara terpasti untuk menemukan Tuhan adalah bukan dengan membuatnya menjadi milik pribadi atau penghiburan instan saat membutuhkan, melainkan dengan membuka diri pada cinta kasih."

"Tommy," saya menambahkan, "Boleh saya minta tolong? Maukah kamu datang ke kuliah teologi iman dan mengatakan kepada para mahasiswa saya apa yang baru kamu ceritakan?"

Meskipun kami menjadwalkannya, ia tak berhasil hadir hari itu. Tentu saja, karena ia harus berpulang. Ia melangkah jauh dari iman ke visi. Ia menemukan kehidupan yang jauh lebih indah daripada yang pernah dilihat mata kemanusiaan atau yang pernah dibayangkan. Sebelum ia meninggal, kami mengobrol terakhir kali.

"Saya tak akan mampu hadir di kuliah Bapak," katanya.

"Saya tahu, Tommy."

"Maukah Bapak menceritakannya untuk saya? Maukah Bapak menceritakannya pada dunia untuk saya?"

"Ya, Tommy. Saya akan melakukannya."

Oleh: John Powell, S.J.

Ilmu Kebatinan Dikalahkan Oleh Nama Yesus (INSPIRASI DARI SEBUAH KISAH NYATA)

Albert Christian memiliki mimpi besar, ia ingin menjadi orang yang berhikmat, memiliki karisma dan menjadi seorang pemimpin besar. Sedari kecil ayahnya meyakinkannya bahwa ia ditentukan untuk jadi pemimpin besar karena dirinya adalah titisan dari leluhurnya.

Sejak kecil, Albert senang belajar bela diri. Ilmu beladiri yang dimilikinya membuat Albert disegani oleh teman-temannya, dan menjadi buah bibir di kampungnya.

“Saya memiliki indera ke enam, bisa merasakan hal-hal yang akan datang. Saya juga memiliki kesaktian penglihatan, contohnya teman saya punya uang berapa di kantongnya, saya bisa melihat seperti di tv, jumlahya sekian, saya bisa tebak dengan tepat.”

Beranjak dewasa, Albert memperdalam ilmu-ilmu yang dimilikinya. Ia mempelajari ilmu kebatinan, yaitu ilmu karisma atau ilmu kebatinan. Untuk mendapatkan ilmu itu, Albert harus menjalani puasa selama tiga hari atau yang disebutnya puasa pati geni.

Sejak mempelajari ilmu kebatinan itu, Albert mengalami sesuatu yang tidak biasa. Dia sering melihat sesosok orang yang bercahaya, namun ia tidak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Setiap kali sosok itu muncul dalam mimpinya, Albert langsung terbangun. Tidak hanya itu, rohnya sering kali keluar dari tubuhnya. Ia bangun dari tidurnya, namun dirinya bisa melihat tubuhnya masih terbaring di tempat tidur.

Namun semua ilmu dan kekuatan yang dimilikinya tidak membuat Albert menjadi seorang pemimpin yang baik, malah menjadi pemimpin yang arogan. Ia sering memarahi bawahannya dengan sangat kasar, bahkan menantang mereka untuk berkelahi.

Karena kesombongan dan gengsinya yang tinggi, hampir setiap hari mengajak teman-temannya ke diskotik. Baginya adalah sebuah kebanggan dapat mentraktir teman-temannya untuk bersenang-senang.

Dibalik kewibawaannya, Albert menyembunyikan sebuah rahasia dengan rapi. Ilmu-ilmu yang dimilikinya membuat Albert menjadi seorang pecandu seks.

“Saya kemas sedemikian rupa, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu. Karena saya memegang gengsi. Menjaga yang namanya wibawa. Menjaga yang namanya nama baik, karena bagi saya hal itu adalah kehormatan.”

Tetapi kehidupan berkata lain, pekerjaan yang sebelumnya memberikan kemewahan, dan hormat dari teman-temannya, tiba-tiba harus ia rebut darinya. Albert mengalami PHK, dan ia pun menjalani hidup sebagai seorang pengangguran. Saat itulah ia mulai merenungkan kehidupannya.

“Saya kadang sekitar jam-jam setengah dua pagi itu terbangun, ‘Kalau saya mati bagaimana? Andaikan saya mati mau kemana? Ke sorga atau ke neraka? Selamat atau tidak?’”

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui Albert. Dia bertanya-tanya apakah ilmu-ilmu yang dimilikinya bisa membawanya kepada kehidupan kekal. Namun setelah ia merenungkan, orang sesakti apapun pada akhirnya akan mati.

“Apa bedanya orang yang berilmu dan tidak? Saya punya ilmu yang bikin saya punya kelebihan, tapi kalau ngga selamat buat apa?”

Dalam keadaannya yang galau itu, Albert di ingatkan pada apa yang ia lakukan di masa kecilnya. Dulu ia memiliki hubungan yang intim dengan Tuhan dan merasakan damai sejahtera, tidak seperti sekarang ini. Di dalam hati Albert mulai muncul kerinduan untuk kembali bersekutu dengan Tuhan.

Albert akhirnya menemui seorang hamba Tuhan dan meminta tolong untuk di doakan. Namun untuk melepaskan semua ilmu yang ia miliki bukanlah sesuatu yang mudah. Ia merasakan kesakitan yang amat sangat.

“Menyakitkan dan sangat sulit, karena saya belajar ilmu itu banyak banget,” demikian Albert menceritakan apa yang ia rasakan saat doa pelepasan.
Tidak ada kekuatan di dunia ini yang terlalu kuat bagi Tuhan. Demikian juga dengan semua ilmu kebatinan yang mengikat Albert, kuasa Allah sanggup membebaskannya. Dalam nama Yesus Kristus, Albert dibebaskan dan dipulihkan dari keterikatan ilmu kebatinan dan juga seks.

“Seratus persen saya bebas. Saya merasakan kesegaran yang luar biasa dan hati saya merasakan kemerdekaan, seperti tidak ada beban. Luar biasa, saya merasa bangga bertemu dengan Tuhan Yesus. Semua ilmu yang pernah saya pelajari tidak bisa dibandingkan dengan Tuhan Yesus. Di dalam Dia saya menemukan damai sejahtera, sukacita, dan juga kepastian keselamatan.”(Kisah ini ditayangkan 11 November 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Albert Christian

Seorang Anak yang Tega Memukuli Ibu Kandungnya (INSPIRASI DARI SEBUAH KIKSAH NYATA)

100% Kisah Nyata 
Pahitnya hidup sejak kecil telah menimpa hidup Joseph. Ayah yang harusnya jadi pelindung meninggalkannya demi wanita lain.

"Kami tinggal bersama di suatu gubuk yang sangat kecil terbuat dari daun rembia. Kalau malam hari kedinginan. Bahkan ranjang kami terbuat dari papan, tetapi papan yang tidak sebagus papan yang ada, yang biasanya," ujar Joseph membuka kesaksiannya.

Akibat kemiskinan, Joseph dan ibunya hanya bisa menyantap jagung untuk mengganjal perut mereka.

"Menghindari rasa bosan dan sebagainya, jagung itu kadang digiling, kadang ditumbuk, kadang beli beras seadanya untuk dicampurkan dengan jagung itu," kenang Joseph.

Bukan hanya tubuhnya yang menderita karena kemiskinan, bahkan jiwanya tersiksa karena perbuatan ayahnya. Lingkungan sekitar kerap meledeknya sebagai anak yatim, anak tanpa bapak. Tidak hanya itu, ia pun mendapat perlakuan yang tidak adil dari lingkungan sekolahnya. Pernah dalam satu kesempatan di sekolah, gurunya memukulnya dan dipegang lehernya sampai matanya putih.

Penderitaan itu bagai pil pahit yang harus ditelannya, bahkan sepasang seragam sekolah sekalipun tidak sanggup dibeli oleh ibunya. Dalam ketidakberdayaannya itu, ia harus menerima ketika celananya yang sobek harus ditambal berkali-kali. Rasa minder pun hinggap dalam dirinya. Sampai suatu ketika, ia pun mengajukan permohonan kepada ibunya untuk membeli celana baru. Tapi, memang kondisi ibunya yang saat itu serba berkekurangan, celana baru itu tidak pernah terwujud sampai ia menginjak remaja nanti.

Jauh dalam lubuh hati Joseph, tidak bisa menerima keadaannya. Rasa benci kepada ayahnya mulai menguasai hati Joseph. Sampai dewasa, kebencian itu terus membara. Dendam pada ayah, pahit hati pada semua orang yang telah menolaknya, dan juga kemiskinan merubah perilaku Joseph.

"Hari makin hari tambah frontal, tidak hanya pada mama bahkan dengan semua orang. Saya anak yang badung sekali, bandel sekali," ujarnya.

Akibat kenakalannya, Joseph pun harus menerima kemarahan dan tindakan yang keras dari ibunya. Namun, bukannya sadar atas hukuman yang diberikan sang Ibu, Joseph malah semakin membantah. Sampai pada suatu peristiwa yang semakin membuatnya marah kepada sang ibu,yakni ketika dirinya dianggap tidak berguna. Rasa sakit hati itulah yang dirasakannya ketika itu.

Kebencian dan dendam bergejolak dalam hati Joseph. Seorang ibu telah mengutuki anaknya sendiri bahkan perilakunya pun semakin berani dan kasar.

"Saya pulang dari sekolah itu sudah siang. Namun, kata mama "istirahat sedikit setelah itu kita pergi ke ladang' Tetapi, karena saya ngantuk dan capek, mama bangunkan untuk pergi ke ladang. Sudah tiga kali dibangunkan mama, saya tetap tidak indahkan," kisahnya.

Sikap Joseph yang terus bermalas-malasan membuat ibunya menjadi berang. Sang ibu pun mengambil sebuah ember berisi air dan menyiramnya ke tubuh Joseph. Kaget dengan apa yang baru saja diterima, ia pun mendorong dan menendang ibunya tanpa rasa bersalah. Sambil meneteskan air mata, sang ibu pun berlalu meninggalkannya pergi ke ladang seorang diri.

Kekesalan Joseph semakin menjadi-jadi saat dia mengetahui sapi yang digembalakannya dijual oleh ibunya. Dengan segera, ia pun mencari ibunya untuk meluapkan kemarahannya yang sudah terpendam sejak lama. Saat bertemu, perselisihan mulut berlangsung antara ibu-anak ini. Tidak hanya itu, saking sudah bisa mengontrol kemarahannya, pintu pun menjadi luapan emosi Joseph.

Bukannya takut dengan sikap kasar yang ditunjukkannya, sang ibu malah mengambil parang. Tahu dirinya dalam bahaya, Joseph pun berlari ke belakang rumah sambil dikejar sang ibu. Tidak diduga, ia menemukan sebuah bambu yang biasa digunakan untuk memikul air. Bambu inilah yang akhirnya dipukulkan kepada sang ibu yang sedang memegang parang. Ibunya pun terjatuh. Seketika itu juga ia pun mengambil langkah seribu.

Kata-kata kutuk pun kembali ia terima dari sang Ibu yang sedang dalam posisi terjatuh dan sambil menahan perih, kata berisi pengusiran pun keluar dari mulut ibunya tersebut.

Rasa sedih yang sangat dalam membuat Joseph meninggalkan mamanya seorang diri di tengah kemiskinan yang mereka alami.

"Rasa sayang dengan mama itu gak ada. Gak ada sama sekali. Dingin. Saya gak alami belaian dari seorang ibu, saya gak alami kasih sayang dari seorang ibu. Jadi, rasa empati dengan ibu itu gak ada sama sekali," aku Joseph.

Bertahun-tahun, Joseph merasakan hatinya begitu galau di Kupang. Joseph menemui seorang teman yang sebenarnya tidak begitu dekat dengannya.

"Waktu saya dalam keadaan seperti itu, lalu saya datangi beliau dan saya tanya, Paul, bisa tidak kamu cerita apa sih enaknya kamu ikut Tuhan? Anak ini mulai cerita panjang lebar, ikut Tuhan tuh seperti ini, seperti ini, seperti ini," katanya mengawali kisah pertobatannya.

Cerita itu mulai mempengaruhi hati Joseph sehingga Joseph menerima tawaran temannya untuk menyaksikan sebuah film. Tanpa memiliki firasat apa-apa, ia pun datang ke tempat temannya itu. Setelah serasa semuanya telah berkumpul, maka film pun diputar dan ternyata film yang ditontonnya saat itu adalah mengenai akhir zaman.

Kengerian mulai dirasakan hati Joseph ketika film itu berputar. Dia melihat di film itu bagaimana orang benar dalam anggapan manusia ternyata tidak masuk ke dalam surga. Sadar akan dosa-dosanya yang begitu besar, ia pun menjadi begitu ketakutan saat menonton. Kehidupan masa mendatang di neraka seperti sudah terasa saat itu oleh Joseph. Setelah film itu selesai, ia pun bergegas pulang.

Sesampainya di rumah, rasa takut itu bukannya semakin menghilang tetapi semakin kuat terasa hingga akhirnya ia pun menangis. Kebobrokan hidupnya itulah yang membuatnya begitu bersedih ketika itu. Ia merasa bahwa hidupnya tidaklah berharga di mata Tuhan. Bila diibaratkan hidupnya dengan sesuatu, hidupnya saat itu ibarat sampah yang tidak satupun orang mau mendekatinya. Hingga akhirnya ia pun menemui temannya itu lagi, yakni Paul. Ia bertanya kepada Paul, apakah dirinya masih bisa menerima keselamatan dari Tuhan.

Tanpa diduga, Paul pun menjawab bahwa ia masih bisa menerima keselamatan itu, tetapi dengan syarat bahwa dirinya mengaku dosa pada hari itu juga dan percaya kepada Yesus.

Joseph pun mengakui semua kesalahan dan dosanya dan menerima Tuhan dalam hatinya.

"Setelah didoain, saya mengalami ada sesuatu yang lepas dari diri saya membuat saya itu seperti exciting, sebegitu semangat dengan hidup," lanjutnya.

Dan Joseph memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya menemui ibunya yang sudah lama ditinggalkannya. Setiba di rumah, ia pun dengan segera memeluk mamanya dan mamanya pun melakukan hal yang sama. Kata-kata permohonan maaf pun terus keluar dari mulutnya sebagai bukti permohonan maaf mendalam. Baginya, hari itu adalah hari dimana ia merasa bebas dan merasakan pelukan serta kasih dari seorang ibu yang sudah lama dirindukannya.

Hubungan yang retak diantara Joseph dan ibunya telah disatukan kembali bahkan Joseph telah mengampuni perbuatan ayahnya. Saat ini, Joseph telah bangkit dari kemiskinan dan hidup berkecukupan sebagai seorang dosen.

"Tuhan mau menerima saya apa adanya. Tidak melihat kebobrokanku, kenajisan dan kejijikan yang pernah aku buat di masa lampau. Tidak ada tandingannya, Yesus sangat luar biasa, Pribadi yang hebat dan luar biasa bagi saya," ujar Joseph mengakhiri kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 15 November 2010 pada acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Joseph Bising

Adonan Kue Kehidupan

Dua orang anak laki-laki menceritakan kepada neneknya betapa buruknya hari mereka : ada orang yang mengganggu mereka di sekolah, orangtua mereka memarahi mereka, dan mereka terkena flu.

Sang nenek mendengarkan keluh kesah kedua cucunya itu dengan sabar sambil membuat adonan kue. Kemudian nenek itu bertanya apakah kedua anak itu mau makanan ringan, tentu saja keduanya mau.

“Ini, ada sebotol minyak goring,” ujar sang nenek.

“Menjijikkan..” ungkap salah satu anak laki-laki itu.

“Bagaimana jika dua butir telur ini?”

“Tidak enak, nek,” sahut yang satunya.

“Baiklah, bagaimana jika tepung ini saja? Atau mau baking soda saja?”
”Nenek, semua itu tidak enak!” kata mereka bersamaan.

Akhirnya sang nenek pun menjelaskan:

“Ya, semua itu terasa tidak enak jika kamu makan sendiri-sendiri. Tetapi kalau kamu menggabungkan semuanya dan mengaduknya hingga merata, semua itu bisa berubah menjadi sebuah kue yang lezat. Tuhan bekerja dengan cara yang sama. Seringkali kita bertanya mengapa Tuhan mengijinkan kita mengalami hal-hal buruk berulang kali. Tetapi Tuhan tahu bahwa jika Dia menyatukan semua hal-hal buruk itu sesuai dengan kehendak-Nya, maka hal itu akan mendatangkan kebaikan! Kita hanya perlu percaya kepada-Nya dan akhirnya segala sesuatunya akan menjadi indah.”

Jika Anda mengalami hal buruk hari ini, ingatlah nasihat nenek di atas, bahwa jika Anda mengijinkan Allah bekerja dalam hidup Anda, pada akhirnya semua itu akan mendatangkan kebaikan, bukan bagi Anda saja namun juga bagi orang-orang di sekeliling Anda.

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Roma 8:28

Sumber : Fathershands.com