Telly Bee bertemu dengan calon suaminya Dani ketika masih kuliah. Mulai dari pacaran hingga tiga tahun awal pernikahan mereka, Dani adalah pria yang sempurna di matanya.
“Menurut penilaian saya dia sangat baik, sangat sopan, juga ramah.. bisa dikatakan sempurna..” demikian kesan Telly tentang Dani saat itu.
Hingga suatu hari ketika mereka pernikahan mereka masuk di tahun ketiga, Dani mulai menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Malam itu telah larut, dan Telly baru saja pulang dari sebuah acara keluarga. Telly menemukan bahwa Dani dan anak mereka telah tertidur pulas.
“Seperti biasa saya mencium anak-anak. Entah kenapa dia bangun, trus marah. Dia bilang, ‘Tolong jangan bangunin anak-anak.’ Saya bilang, ‘Saya cuma mencium pah, mereka kan anak saya sendiri kok ngga bisa..’”
Bantahan Telly tersebut membuat Dani merasa dirinya tidak dihargai. Hal tersebut membuatnya berang sehingga ia langsung menampar Telly. Ini adalah kali pertama Dani memukul Telly, ia menangis dan keluar dari kamar.
Seperti tersadar, Dani mengejar Telly yang lari keluar. Ia sadar bahwa apa yang dilakukannya salah, namun Dani mengaku tidak bisa mengendalikan emosinya.
“Memang yang saya lihat dalam kehidupan orangtua saya seperti itu dulu,” jelas Dani. “Papa itu dengan mama, bagi saya ngga harmonis lah.. Karena saya melihat langsung kalau papa itu orang yang otoriter. Apa yang terjadi di dalam rumah tangga orangtua saya, itu terjadi dalam kehidupan saya.”
Sikap kasar Dani benar-benar meledak-ledak dan tidak terkendali. Sekalipun istrinya sedang hamil, dan banyak tamu dirumahnya, ia tidak segan-segan menghajar Telly.
“Kebiasaan istri saya, kalau lihat kotor pengennya langsung dibersihin. Maksud saya, biarkan kami ngobrol dulu. Jangan nyapu dulu, nanti mereka tersinggung. Akhirnya ngga di dengar, sehingga muncullah marah.”
Dani seperti membabi buta memukuli Telly, bahkan ia tidak memperdulikan bahwa tindakannya bisa membuatnya kehilangan bayi yang dikandung istrinya. Beruntung ada seorang tetangga yang dengan berani menyelamatkan Telly.
“Saya sudah tahu itu ngga benar, tapi untuk mengendalikan diri itu saya ngga bisa,” ungkap Dani.
Tidak bisa melampiaskan amarahnya kepada Telly, anak-anakpun menjadi sasaran amarah Dani. Jika ia sedang marah, ia akan meraih apa saja yang ada didekatnya untuk memukuli anak-anaknya.
“Ada kejadian, dua anak saya sewaktu dipukul itu kupingnya sampai keluar darah,” jelas Telly sambil meneteskan air mata.
Kembali ke masa kecil Dani, ia ternyata juga sering mengalami pukulan yang bertubi-tubi dari ayah dan ibunya. Kesalahan kecil saja bisa berakhir dengan pukulan. Hal itulah yang ia terapkan kepada anak-anaknya.
“Sekalipun anak kami perempuan, saya sering pukul seperti itu dan saya pikir itu adalah hal yang wajar,” jelas Dani.
Hati Telly hancur melihat anak-anaknya juga harus menanggung penderitaan. Telly begitu putus asa, hingga ia berpikir bahwa kematian adalah jalan keluar terbaik untuknya. Tapi saat-saat kritis seperti itu, ada sebuah kekuatan lain yang melarangnya membuat keputusan yang bodoh itu. Ia pun hanya bisa berdoa dan mencurahkan semua isi hatinya kepada Tuhan. Ia jalani bertahun-tahun bersama Dani dengan tangisan dan air mata, namun ia bawa semuanya itu kepada Tuhan. Hingga suatu hari Tuhan menjawab doa-doa Telly, Tuhan membawa Dani ke sebuah pertemuan khusus pria.
“Hingga penyampaian firman tentang pemulihan hidup, dikatakan bahwa keterbukaan adalah awal sebuah pemulihan,” tutur Dani. “Sepanjang malam saya renungkan, namun saya belum ada kekuatan untuk mengaku pada istri saya. Ada sesuatu yang selama dua tahun ini mengganjal perasaan saya. Jadi kebenaran itu berkata bahwa saya harus berani menelanjangi ketidak benaran itu.”
Dengan membulatkan tekadnya, Dani meminta maaf pada Telly atas semua kekasaran yang dilakukannya kepadanya dan juga pada anak-anak. Bahkan sebuah rahasia yang selama ini Dani simpan, terkuak di hari itu, “Saya juga minta maaf atas perselingkuhan.”
Sakit, itu yang dirasakan Telly. Ia meminta waktu untuk bisa mengampuni Dani.
“Dampak emosional itu terjadi, jadi saya suka teriak-teriak menjerit sendiri. Sesuatu yang sebelumnya ngga pernah saya lakukan, jadi seperti itu,” kenang Telly. “Justru dari situ dia sendiri yang bilang, ‘Ayo, kamu dulu kuat, kamu dulu mampu. Kita benahi lagi keadaan yang sudah rusak.’”
Dengan kekuatan Tuhan, akhirnya Telly bisa mengampuni suaminya sepenuhnya. Sejak itu, berlahan-lahan namun pasti keluarga Dani dan Telly dipulihkan.
“Akhirnya saya bisa melihat tangan Tuhan yang begitu besar terjadi dalam kehidupan saya pribadi, dan kehidupan rumah tangga saya,” demikian Telly mengucap syukur penuh haru. “Akhirnya suami berubah dan menjadi seorang suami yang saya inginkan. Yesus itu pribadi yang luar biasa, yang tidak terkatakan.” (Kisah ini ditayangkan 22 Februari 2011 dalam acara Solusi di SCTV).
Sumber Kesaksian :
Telly Bee
“Menurut penilaian saya dia sangat baik, sangat sopan, juga ramah.. bisa dikatakan sempurna..” demikian kesan Telly tentang Dani saat itu.
Hingga suatu hari ketika mereka pernikahan mereka masuk di tahun ketiga, Dani mulai menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Malam itu telah larut, dan Telly baru saja pulang dari sebuah acara keluarga. Telly menemukan bahwa Dani dan anak mereka telah tertidur pulas.
“Seperti biasa saya mencium anak-anak. Entah kenapa dia bangun, trus marah. Dia bilang, ‘Tolong jangan bangunin anak-anak.’ Saya bilang, ‘Saya cuma mencium pah, mereka kan anak saya sendiri kok ngga bisa..’”
Bantahan Telly tersebut membuat Dani merasa dirinya tidak dihargai. Hal tersebut membuatnya berang sehingga ia langsung menampar Telly. Ini adalah kali pertama Dani memukul Telly, ia menangis dan keluar dari kamar.
Seperti tersadar, Dani mengejar Telly yang lari keluar. Ia sadar bahwa apa yang dilakukannya salah, namun Dani mengaku tidak bisa mengendalikan emosinya.
“Memang yang saya lihat dalam kehidupan orangtua saya seperti itu dulu,” jelas Dani. “Papa itu dengan mama, bagi saya ngga harmonis lah.. Karena saya melihat langsung kalau papa itu orang yang otoriter. Apa yang terjadi di dalam rumah tangga orangtua saya, itu terjadi dalam kehidupan saya.”
Sikap kasar Dani benar-benar meledak-ledak dan tidak terkendali. Sekalipun istrinya sedang hamil, dan banyak tamu dirumahnya, ia tidak segan-segan menghajar Telly.
“Kebiasaan istri saya, kalau lihat kotor pengennya langsung dibersihin. Maksud saya, biarkan kami ngobrol dulu. Jangan nyapu dulu, nanti mereka tersinggung. Akhirnya ngga di dengar, sehingga muncullah marah.”
Dani seperti membabi buta memukuli Telly, bahkan ia tidak memperdulikan bahwa tindakannya bisa membuatnya kehilangan bayi yang dikandung istrinya. Beruntung ada seorang tetangga yang dengan berani menyelamatkan Telly.
“Saya sudah tahu itu ngga benar, tapi untuk mengendalikan diri itu saya ngga bisa,” ungkap Dani.
Tidak bisa melampiaskan amarahnya kepada Telly, anak-anakpun menjadi sasaran amarah Dani. Jika ia sedang marah, ia akan meraih apa saja yang ada didekatnya untuk memukuli anak-anaknya.
“Ada kejadian, dua anak saya sewaktu dipukul itu kupingnya sampai keluar darah,” jelas Telly sambil meneteskan air mata.
Kembali ke masa kecil Dani, ia ternyata juga sering mengalami pukulan yang bertubi-tubi dari ayah dan ibunya. Kesalahan kecil saja bisa berakhir dengan pukulan. Hal itulah yang ia terapkan kepada anak-anaknya.
“Sekalipun anak kami perempuan, saya sering pukul seperti itu dan saya pikir itu adalah hal yang wajar,” jelas Dani.
Hati Telly hancur melihat anak-anaknya juga harus menanggung penderitaan. Telly begitu putus asa, hingga ia berpikir bahwa kematian adalah jalan keluar terbaik untuknya. Tapi saat-saat kritis seperti itu, ada sebuah kekuatan lain yang melarangnya membuat keputusan yang bodoh itu. Ia pun hanya bisa berdoa dan mencurahkan semua isi hatinya kepada Tuhan. Ia jalani bertahun-tahun bersama Dani dengan tangisan dan air mata, namun ia bawa semuanya itu kepada Tuhan. Hingga suatu hari Tuhan menjawab doa-doa Telly, Tuhan membawa Dani ke sebuah pertemuan khusus pria.
“Hingga penyampaian firman tentang pemulihan hidup, dikatakan bahwa keterbukaan adalah awal sebuah pemulihan,” tutur Dani. “Sepanjang malam saya renungkan, namun saya belum ada kekuatan untuk mengaku pada istri saya. Ada sesuatu yang selama dua tahun ini mengganjal perasaan saya. Jadi kebenaran itu berkata bahwa saya harus berani menelanjangi ketidak benaran itu.”
Dengan membulatkan tekadnya, Dani meminta maaf pada Telly atas semua kekasaran yang dilakukannya kepadanya dan juga pada anak-anak. Bahkan sebuah rahasia yang selama ini Dani simpan, terkuak di hari itu, “Saya juga minta maaf atas perselingkuhan.”
Sakit, itu yang dirasakan Telly. Ia meminta waktu untuk bisa mengampuni Dani.
“Dampak emosional itu terjadi, jadi saya suka teriak-teriak menjerit sendiri. Sesuatu yang sebelumnya ngga pernah saya lakukan, jadi seperti itu,” kenang Telly. “Justru dari situ dia sendiri yang bilang, ‘Ayo, kamu dulu kuat, kamu dulu mampu. Kita benahi lagi keadaan yang sudah rusak.’”
Dengan kekuatan Tuhan, akhirnya Telly bisa mengampuni suaminya sepenuhnya. Sejak itu, berlahan-lahan namun pasti keluarga Dani dan Telly dipulihkan.
“Akhirnya saya bisa melihat tangan Tuhan yang begitu besar terjadi dalam kehidupan saya pribadi, dan kehidupan rumah tangga saya,” demikian Telly mengucap syukur penuh haru. “Akhirnya suami berubah dan menjadi seorang suami yang saya inginkan. Yesus itu pribadi yang luar biasa, yang tidak terkatakan.” (Kisah ini ditayangkan 22 Februari 2011 dalam acara Solusi di SCTV).
Sumber Kesaksian :
Telly Bee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar